Rabu, 30 April 2008

Ujung Kupang ....???!!

Kenapa harus Ujung Kupang yah..?
sebaiknya yang ada dekat-dekat dulu, misalnya Pulau 9 atau tuh wisata mangrove.
bukankah kota akan berkembang sendiri kalo kota itu sudah padat...?!
lagian jauhhh.....
yang dekat saja tidak diurus, gimana yang jauh...
Asal adami .... : )

Minggu, 27 April 2008

yang pasti bukan saya

kadang saya ragu, kadang saya kecewa, tapi itu tak menyurutkan niatku untuk tetap berdiri dan berbuat.
karena saya tau, sebagian besar pemimpin di Indonesia adalah PENGECUT.

coba2 berkarya

bila Sinjai seperti ini...?

Sabtu, 26 April 2008

wisata sinjai ....???

wisata bawah laut Sinjai

Kabupaten Sinjai yang dari segi geografis sangat menunjang untuk pengembangan pariwisata ternyata masih kurang professional dalam hal penggarapannya. Hal ini nampak dengan tempat-tempat wisata Sinjai hanya menarik wisatawan lokal atau masyarakat yang berdiam disekitar lokasi tersebut.

Memang disadari bahwa untuk mengembangkan kawasan wisata tidak semudah dengan membaca struktur kerja dan presentase didepan umum, namun setidaknya kita dapat mencoba mengembangkan kawasan wisata yang sudah ada sekarang menjadi lebih menarik atau tidak sama sekali. Hal ini menjadi wacana yang dilematis mengingat PAD kabupaten Sinjai diharapkan sebagian dari pengelolaan kawasan wisata tersebut.

Dinas Pariwisata sendiri telah menelurkan brosur atau katalog pariwisata Sinjai, namun hanya sampai pada dinas dan instansi lingkup pemerintahan Sinjai atau hanya dipajang pada saat pameran yang bersifat insidental. Sedangkan dalam promosi wisata, sudah merupakan kewajiban untuk secara terus menerus melakukan publikasi dan sosialisasi, kalo perlu sampai jenjang internasional : )

Tentu kita tidak ingin seperti yang terjadi di Tanjung Bira, Bulukumba, yang ternyata hanyalah sebuah tempat yang ‘dipaksa’ untuk menjadi tempat wisata yang akhirnya membuat ‘malu’ nama Bulukumba karena pengembangannya tidak melalui studi kelayakan dari segi struktur masyarakat bulukumba dimana wisatawan yang katanya ‘porno aksi’ (memang begitulah wisatawan pantai) ternyata tidak disenangi, malah diburu dan diusir oleh masyarakat sekitar.

Di Kabupaten Selayar, Sulsel (Taka Bonerate, Appatana) dan Sulawesi Tenggara (Wakatobi), khusunya wisata bawah air atau wisata bawah laut atau apapun namanya ternyata dikembangkan sendiri oleh “bule” yang awalnya hanya berstatus sebagai touris saja. Pertanyaannya sekarang dari mana sehingga touris tersebut bias mengenal dan tahu bahwa ada Selayar maupun Wakatobi? Jelas dari teknik pemasaran wisata yang dilakukan oleh daerah-daerah tersebut yang tidak lain adalah dengan publikasi yang tidak tanggung-tanggung hingga keluar negeri.

Jadi persoalan sekarang, Sinjai bisa tidak melaksanakan teknik tersebut untuk perkembangan wisata? Saya yakin Kadis Pariwisata mempunyai kemauan untuk itu, tapi jangan hanya MAU dan MAU saja…… (Y-K)


SUSUR RIMBA, kenapa tidak…?!!!

SUSUR RIMBA, kenapa tidak…?!!!

Dunia petualangan memang tak pernah mati. Jika sebuah kegiatan petualangan sudah habis masa trend-nya, maka para petualang akan mencari kegiatan petualangan jenis baru yang sifatnya lebih menantang dan jelas lebih gila-gilaan. Different is beauty, itulah kira-kira sebuah kalimat yang bisa mewakili prinsip komunitas ini.

Banyak jenis kegiatan yang sifatnya menantang atau lebih sering dikatakan kegiatan cari mati. Diantara kegiatan alam bebas yang menantang, salah satunya adalah kegiatan Susur Rimba. Berbeda dengan kegiatan pendakian gunung yang lebih mengutamakan Power and Hard Tools, kegiatan ini sangat mengutamakan skill atau pengetahuan tentang kehutanan, geografi, botani dan ilmu medan.

Susur rimba sendiri bermula dari adanya tradisi beberapa kelompok petualang bule yang sering melakukan ekspedisi ke berbagai belantara dunia seperti hutan Amazone dan hutan Afrika lainnya. Selain untuk memenuhi hobi berpetualang mereka juga melakukan proyek penyelamatan flora dan fauna yang ada dihutan-hutan tersebut.

Di Indonesian, meskipun kegiatan ini secara khusus belum begitu dikenal oleh para aktivis petualang namun ada beberapa orang atau kelompok yang sudah melakukannya. Sebut saja para kelompok pencinta alam yang ada di Sinjai dimana susur rimba sudah jadi bagian dari setiap kegiatannya. Hal ini sangat wajar melihat situasi alam yang sebagian besar adalah kawasan hutan pada daerah selatan, tengah dan barat kabupaten sinjai.

Susur rimba yang bagi orang awam adalah aksi sia-sia, namun dalam kegiatan ini banyak hal menarik yang bisa ditemukan, misalnya spesies flora dan fauna yang belum pernah terlihat sebelumnya atau gua serta air terjun yang sangat indah, yang dapat dijadikan media untuk menambah pengetahuan diluar kampus pendidikan.

Terlepas dari motivasi sebagai pegiat alam bebas, memang hobi yang terbilang menyedot nyali ini tidak bisa dianggap ringan. Persiapan yang matang dengan disertai keterampilan petualangan seperti survival, ilmu botani, panjat tebing dan navigasi yang menunjang bisa memberikan kepercayaan diri untuk menekuninya. Tapi bukan berarti dengan segala kemampuan itu harus membuat Forester (penempuh rimba) bersikap sok dan menyepelekan hutan tertentu, seolah-olah mampu menaklukkannya dengan mudah, seperti yang pernah terjadi di kawasan pegunungan Latimojong dimana pendaki gunung yang kesasar hingga melibatkan banyak tim pencari diantaranya Brimob Polda Sul-Sel, Rider Linud 700 BS, BASARNAS dan kelompok-kelompok pencinta alam adalah orang-orang yang telah dibekali ilmu kegiatan alam bebas.

Dalam kegiatan susur rimba, perhatian dan dukungan pemerintah juga sangat dibutuhkan agar apa yang menjadi tujuan para Forester selain mencari tantangan, dalam kegiatan ini masih banyak yang bisa dikerjakan seperti pendataan, inventarisasi kawasan, flora dan fauna sehingga dapat bermanfaat seperti yang diinginkan.

Walau penuh dengan tantangan yang mungkin saja berdekatan dengan maut, tapi bila kita sudah merasa siap lahir batin, kenapa tidak mencoba?. WELL COME TO THE JUNGLE WITH THE FUNNY GAMES. (YG)